Thursday, December 21, 2006

Restoran Garuda

Restoran Garuda adalah sebuah restoran Indonesia yang menyediakan masakan Padang/Minang yang asli, bukan nasi padang yang banyak dijual di kedai-kedai Melayu Singapura. Berpusat di Medan, restoran tersebut sekarang sudah merambah ke kota-kota besar lainnya di Indonesia (termasuk Jakarta), dan bahkan sudah membuka cabang di Singapura. Mereka mempunyai cabang di Orchard Road, Singapura, di belakang pusat perbelanjaan The Heeren Shops, dan baru saja membuka cabang baru di VivoCity, Harbourfront, di lantai basement two (B2) dekat hypermart Giant.

Berita mengenai pembukaan restoran Garuda tersebut cukup mendapatkan sambutan yang cukup "meriah" dari komunitas Indonesia di Singapura di mailing list Indo-Sing. Harap maklum, di Singapura yang dipenuhi tempat makan Nasi Padang ala Melayu ini, sangat sulit untuk mendapatkan makanan khas Padang/Minang asli yang autentik. Beberapa rekan di komunitas Indo-Sing malah sudah pernah mencoba makan disana. Feedback dari mereka, makanannya lumayan enak dan asli Padang, walaupun harganya cukup mahal karena termasuk dalam kategori restoran kelas menengah di Singapura.

Selama di Singapura, saya belum pernah makan di kedua outlet tersebut. Saya malahan berkesempatan mencoba makan di Restoran Garuda pada waktu saya sedang mudik ke Jakarta bulan lalu. :) Restoran yang saya kunjungi terletak di Jalan Arteri Pondok Indah, di sebelah kiri jalan kalau kita dari arah Pejompongan ke arah Pondok Indah, pas sebelum perempatan lampu merah Kostrad.

Makanannya memang asli Padang, dan saya dan istri pun menikmati semua masakannya seperti gulai otak (hati-hati kolesterol!!), dendeng balado dan ayam bakar. Lumayan lah untuk perut yang biasa dikasih makanan Singapura dan selalu "rindu" masakan asli Indonesia. :) Tapi, untuk ukuran Jakarta, kayaknya makanannya tidak jauh beda dengan restoran-restoran Padang lainnya yang banyak bertaburan disana, seperti Sederhana dan Simpang Raya, padahal harganya lebih mahal. Sebagai contoh, satu potong gulai ayam di Garuda harganya sekitar 11-12 ribu rupiah, dibandingkan dengan di Sederhana yang harganya cuma sekitar 7-8 ribu rupiah.

Selain itu, kebetulan restoran yang saya datangi, walaupun ber-AC, tidak bisa bebas dari problem lalat. Banyak sekali lalat yang bertebaran di dekat meja, dan staff-nya pun tidak berupaya untuk membantu, misalnya dengan menyalakan lilin di atas meja untuk mengusir lalat. Dan, last but not least, istri saya pun kehilangan nafsu makannya setelah ada salah satu lalat yang jatuh dan masuk ke salah satu piring berisi kuah salah satu makanan yang disajikan...

Foto-foto (makanan) -nya bisa dilihat disini.

5 comments:

Anonymous said...

Hany nulis tuh soal garuda di vivo city, gak puas kayaknya dia makan disana....wah,lagi2 jadi pengen makan nasi padang deh...

Anonymous said...

Saya kemarin baru aja menikmati masakan asli Padang disini. :) :)

Loh, bukannya nasi padang di Indonesia lebih mudah didapat, Mbak Endang? :)

Anonymous said...

Ngulang komen yang sama di blognya Mbak Hany.. Abis masih mangkel sih.. hehe:

Dari segi makanan: Satu setengah jempol aja deh!! Sayur singkongnya nendang. Rasa limpanya ampe kebawa mimpi. :) Ayamnya gulainya, well masih enakan di RM Pariaman yang di Arab Street sih..

Dari segi harga: 'Kerusakan'nya lumayan parah.. Saya makan (eh bungkus ding) nasi, sayur singkong, limpa dan ayam gulai, plus kawan makan yang sama minus limpa, 50 dolar lebih...

Dari segi SERVIS: Empat jempol..! Tapi semuanya ngacung ke bawah!!! :( Pulang jumatan, saya sempatkan mampir untuk bungkus karena harus buru-buru balik krn ada rapat di kantor dan ini yang terjadi: Cari pelayan (karena kita dicuekin), pesen makanan yang mau dibungkus (si pelayanan berjas itu nyatet dengan ogah2an), pelayan ngasih ke kasir buat dihitung, nunggu hampir setengah jam, bayar pake mastercard karena uang cash kurang, pesanan disiapkan, kasir manggil lagi karena salah satu item pesanan (yang tadinya masih ada) ternyata udah habis, ganti pesanan jadi sayur singkong, master card diminta balik, hitung ulang, nunggu lagi, pesanan jadi eh nggak dipanggil2, pas diminta, baru ingat, pesanan dikasih kasir sambil senyum-senyum (sebenarnya senyum manis, tapi kelihatan pahit karena perut keroncongan dan udah ditelepon bos dari tadi). Total waktu: Hampir SATU SETENGAH JAM hanya buat dua bungkus nasi padang yang udah dingin dan akhirnya nggak selera makannya...

Bandingin dengan makanan di Pariaman (Arab Street) yang selalu ramai dan cepat tutup: Dateng, liat lauk sambil terus ditanyain pelayan karena pelanggan di belakang antri, bungkus, bayar, keluar pulang, makaaannnn.. hehehehehe

Anonymous said...

Terima kasih atas tambahan informasinya, Pak JaF. :)

kebenaran said...

jamu psikologi klik www.setansatan.blogspot.com jamu memang pahit