Friday, March 23, 2007

Warung Nasir dan Kedai Ibu

Dalam dua hari terakhir ini, saya berkesempatan menikmati makan siang di dua tempat makan makanan Indonesia di Singapura: Warung Nasir dan Kedai Ibu.

Warung Nasir

Warung Nasir ini terletak di salah satu ruko (shophouse) yang berjejer di Killiney Road, seberang gedung Comcentre SingTel, tidak jauh dari stasiun MRT Somerset. Kalau dari stasiun MRT Somerset, jalan ke arah perempatan Exeter Road dan Killiney Road. Nyeberang Killiney Road ke arah timur, lalu belok kanan, nyusur Killiney Road ke arah selatan. Di sebelah kiri ada deretan ruko-ruko (shophouses), diantaranya ada kios Starhub, tempat jualan ban mobil, dan kios Killiney Kopitiam yang terkenal itu. Nah, Warung Nasir ini pas di sebelahnya Killiney Kopitiam.

Sistemnya kayak nasi padang Melayu, kita dikasih nasi lalu bisa milih lauknya. Bedanya, rasanya lebih meng-Indonesia, berbeda dengan kios-kios nasi padang Melayu yang banyak terdapat di food court disini. Saya memilih rendang ayam yang ternyata enak banget, paru (yang juga enak) dan sayur. Porsi nasi yang disediakan kecil, walaupun kita bisa minta nasi tambah pas order (mirip restoran padang di Indonesia).

Sayangnya, harganya cukup mahal untuk ukuran nasi padang. Saya dan istri memesan dua porsi makanan plus dua minuman untuk berdua, habis sekitar 15 dollar (Singapura), atau sekitar 7.5 dollar per orang termasuk minum.

(Picture taken from http://food.recentrunes.com/)

Kedai Ibu

Kemarin siang, saya janjian dengan beberapa teman komunitas Indo-Sing seperti Audi Pramananda, Roni Subrata, Ricky Korompis dan Edy Panyun untuk makan siang bareng di Kedai Ibu. Kedai masakan Indonesia asli ini dimiliki oleh Teh Ellen, dan berlokasi di Tanjong Pagar Complex, Keppel Road.

Berbeda dengan Warung Nasir yang berada di daerah Orchard, Kedai Ibu ini terletak di selatan CBD, jadi bagi turis Indonesia yang kebanyakan menginap di hotel-hotel di daerah Orchard, agak sulit untuk datang kesini. Kedai ini memang lebih dikhususkan untuk orang-orang yang bekerja di sekitar situ. Buka-nya pun hanya hari kerja Senin sampai Jum'at, sementara Sabtu dan Minggu tutup.

Kalau Warung Nasir itu adalah warung padang Melayu yang meng-Indonesia, Kedai Ibu benar-benar menyediakan masakan asli Indonesia. Memang ada sedikit touching rasa Melayu untuk mengakomodir pelanggannya yang kebanyakan orang Singapura Melayu, tapi rasa Indonesianya lebih terasa. Saya memesan ayam panggang bumbu rujak yang benar-benar nikmat sekali, goreng paru yang juga enak, dan sambal goreng yang enak. Potongan ayam panggangnya gede banget, lebih gede dari potongan ayam panggang yang biasa kita dapatkan di kedai Indonesian BBQ di food court lain.

Harganya? Murah banget. Saya tadi pesan nasi putih sama ayam panggang (potongan besar), paru dan sambal goreng, cuma $3.50. Bisa dibandingkan (bahkan lebih murah) dibandingkan porsi nasi padang Melayu di banyak hawker centre atau food court lainnya. Cuma separo-nya harga di Warung Nasir, dengan rasa yang sama enaknya.

Secara umum, saya merekomendasikan kedua tempat makan tersebut bagi orang Indonesia yang mungkin lagi jalan-jalan ke Singapura, dan kurang cocok dengan masakan Melayu disini dan ingin menikmati makanan Indonesia asli. Selain kedua tempat makan tersebut, tentu saja masih banyak tempat makan lainnya di Singapura yang menyediakan makanan khas Indonesia, seperti Kantin Aneka, Ayam Bakar Ojolali, Ayam Penyet Ria, Es Teler 77 dan lain-lain. List-nya bisa dilihat disini.

Thursday, March 15, 2007

Bali Trip (Bagian 2): Jalan-jalan ke Bedugul

(Lanjutan dari Bagian 1)

Memanfaatkan mobil yang kita sewa malam sebelumnya waktu tiba di bandara Ngurah Rai, hari Minggu, 25 Februari 2007, kita habiskan untuk jalan-jalan di Bali. Ini mengingat Senin besoknya, saya sudah harus mengikuti konferensi APRICOT 2007. Hari minggu pagi itu, setelah sarapan di hotel, kita langsung meninggalkan Nusa Dua ke arah utara. Tujuan kita adalah Danau Bratan, Bedugul, melalui Legian dan Mengwi.

Dari arah Nusa Dua, kita menyusuri jalan bypass Ngurah Rai ke arah utara, melewati Jimbaran dan ujung landasan pacu bandara Ngurah Rai. Setelah melewati bunderan di depan DFS Galeria, kita memasuki jalan bypass baru bernama Sunset Road, ke arah Legian. Dengan jalan baru ini, kita bisa langsung ke Legian tanpa melalui Kuta yang terkenal suka macet. Tujuan pertama kita adalah toko aksesoris (beads) di Jalan Pura Bagus Teruna (Jalan Werkudara), yang pernah kita datangi sewaktu kunjungan terakhir kita ke Bali beberapa tahun yang lalu. Namun, ternyata toko yang hendak kita kunjungi sudah tutup, tidak lagi beroperasi. Kita pun keluar ke Jalan Raya Legian dan parkir disana sambil menunggu istri berbelanja di banyak toko aksesori yang berjajar disana. Foto-foto selama di Legian pada pagi itu bisa dilihat disini.

Kita pun meneruskan perjalanan ke arah utara. Setelah isi bensin di daerah Seminyak (kita isi "cuma" 20 liter yang ternyata kebanyakan untuk round-trip ke Bedugul, saking iritnya), kita pun meneruskan perjalanan ke arah Mengwi, melalui Kerobokan. Tadinya kita hendak mampir ke Tanah Lot, yang terletak tidak jauh dari sana (sekitar 30 menit perjalanan mobil dari Kerobokan lewat jalan baru ke arah Canggu), tapi akhirnya kita memutuskan untuk skip Tanah Lot dan terus ke arah Mengwi. Tujuan kita berikutnya adalah Pura Taman Ayun di Mengwi, yang ternyata "terpaksa" kita skip juga karena di Mengwi, jalanan menjadi satu arah dan saya tidak tahu mana belokan yang ke arah Pura Taman Ayun. Nyasar! :) Akhirnya kita memutuskan untuk meneruskan perjalanan ke arah Bedugul.

Jalanan ke arah Bedugul lurus terus walaupun nanjak sedikit, tapi setelah melewati Pacung dan mendekati Bedugul, jalanan mulai menaik tajam dan berkelok-kelok. Tidak lama kemudian, ada pertigaan dengan jalan belok ke kanan ke arah Taman Wisata Bedugul, dan kita pun pergi ke arah sana. Setelah keluar dari mobil, baru terasa kalau udara di sekitar Bedugul ternyata dingin, mungkin karena lokasinya cukup tinggi dari permukaan laut.

Dari tempat parkir mobil, kita harus menuruni sebuah jalan menurun yang terjal sebelum sampai ke pinggir danau, dengan banyak kios-kios yang menjual makanan dan souvenir di sebelah kiri jalan. Taman Wisata Bedugul ini ternyata hanya sebuah dermaga di pinggir sebelah selatan danau Bratan, dengan beberapa restoran dan orang-orang yang menawarkan jasa memancing dan naik perahu. Kita sempat foto-foto di dermaga-nya sebelum meneruskan perjalanan ke Pura Ulun Danu Bratan. Foto-foto di Taman Wisata Bedugul bisa dilihat disini.

Dari jalan keluar Taman Wisata Bedugul, kita berbelok ke arah kanan, terus menuju ke utara. Setelah melewati Candikuning, sebuah kota kecil di sebelah barat daya danau, kita akan melihat pintu masuk ke tempat parkir Pura Ulun Danu Bratan di sebelah kanan jalan. Pura ini terletak di sebelah barat danau Bratan, dan katanya pura ini berada di atas sebuah pulau kecil di pinggir danau. Waktu kita kesana, pulaunya kelihatannya menyatu dengan daratan di pinggir danau, mungkin karena air danau sedang surut.

Di samping tempat parkir, ada banyak toko-toko souvenir yang berjajar. Setelah melewati pintu masuk, kita akan memasuki taman yang cukup indah, dan juga dilengkapi dengan teman bermain anak-anak. Inka dan Irza senang sekali bermain disana, bersama-sama anak-anak lain yang kelihatannya anak-anak asli Bali. Pura Ulun Danu Bratan terletak di belakang taman itu, menghadap ke arah danau. Indah sekali. Kita pun banyak membuat foto-foto di sana, yang bisa dilihat disini.

Setelah puas menghabiskan waktu di Pura Ulun Danu Bratan, kita pun makan sang di rumah makan Ayam Bakar Taliwang, yang kebetulan terletak pas di seberang kompleks parkiran pura. Rumah makan kecil sih, tapi makanannya lumayan enak, terutama ayam bakar pelecing-nya yang pedes itu. Kita pun memuaskan tenggorokan dengan minuman seperti Fanta dan Fruit Tea yang tidak bisa ditemukan di Singapura. Foto-fotonya bisa dilihat disini.

Setelah makan siang, kita meneruskan perjalanan ke arah utara, tepatnya ke Danau Buyan, yang terletak beberapa kilometer di sebelah barat laut Danau Bratan. Dari Bedugul ke arah utara, kita akan melewati kota kecil Pancasari, dekat terminal bus ada pertigaan, kita pun belok ke kiri ke arah Danau Buyan. Sebenarnya, pemandangan di Danau Buyan ini tidak kalah indahnya, tapi tempat wisatanya masih belum "digarap" sebagus Danau Bratan. Dari sana, ada jalan setapak menyusuri danau ke arah Danau Tamblingan, beberapa kilometer ke arah barat dari Danau Buyan, cocok buat mereka yang suka trekking. Foto-fotonya bisa dilihat disini.

Tadinya kita ingin naik mobil meneruskan perjalanan ke Danau Tamblingan, tapi mengingat hari yang semakin sore, dan perjalanan kesana cukup jauh karena harus memutar danau, akhirnya kita memutuskan untuk kembali ke arah Denpasar. Dalam perjalanan pulang, kita mampir ke Strawberry Stop, sebuah kebun stroberi dengan taman yang dilengkapi dengan tempat bermain untuk anak-anak. Kebun stroberi ini terletak tidak jauh dari Pura Ulun Danu Bratan, beberapa ratus meter ke arah utara. Inka dan Irza asyik bermain disana, sementara saya dan istri memesan strawberry milk shake yang rasanya segar dan nikmat sekali. Foto-fotonya bisa dilihat disini.

Kembali melewati Mengwi ke arah Denpasar, baru kelihatan belokan ke kiri yang ke arah Pura Taman Ayun. Tapi mengingat hari sudah semakin sore, terpaksa kita skip Pura Taman Ayun pada saat itu. Kita pun meneruskan perjalanan ke arah Kuta, dan sempat jalan-jalan di Matahari Kuta Square sebelum akhirnya kembali ke hotel di Nusa Dua. Mobil diambil oleh petugas penyewaan mobil di hotel, jadi kita tidak perlu mengantar mobil kembali ke bandara.

(Bersambung ke Bagian 3)

Tuesday, March 13, 2007

Bali Trip (Bagian 1): Perjalanan ke Bali

Pada tanggal 24 Februari 2007 sampai tanggal 3 Maret 2007 yang lalu, saya pergi ke Bali untuk menghadiri konferensi APRICOT 2007 yang diadakan di Bali International Convention Centre (BICC), Nusa Dua. Mumpung hotel dibayarin kantor, saya sekalian mengajak istri dan anak-anak agar mereka bisa berlibur di Bali selama saya mengikuti konferensi. Lumayan, seminggu penuh tinggal disana dengan gratis. :) Walaupun, tentu saja tiket pesawat mereka harus tetep bayar sendiri.

Karena saya dibelikan tiket Garuda Indonesia oleh kantor, maka saya membeli tiket untuk penerbangan yang sama bagi istri dan anak-anak, supaya kita bisa berangkat ke Bali dan pulang ke Singapura bersama-sama. Kita berangkat hari Sabtu, 24 Februari 2007, naik pesawat GA841 yang lepas landas dari bandara Changi jam 17:50 dan sampai di bandara Ngurah Rai, Bali jam 20:20 malam. Mengingat besoknya ada satu hari Minggu sebelum saya ikut konferensi hari Seninnya, kita memutuskan untuk menyewa mobil di bandara untuk kita gunakan sampai Minggu malam besoknya.

Setelah hunting di beberapa kios tempat penyewaan mobil yang ada di bandara Ngurah Rai, kita memutuskan untuk menyewa sebuah mobil mungil, Chevrolet Spark, dari tempat persewaan mobil bernama "Adira". Harganya sekitar 200 ribu rupiah untuk pemakaian 24 jam, tanpa supir dan belum termasuk bensin, cukup mahal karena kita menyewa di bandara. Kalau kita menyewa di luar bandara, harganya mungkin bisa lebih murah.

Kita pun langsung membawa mobil dan semua barang bawaan ke Nusa Dua, sekitar setengah jam perjalanan dari bandara. Keluar bandara, kita tinggal langsung lurus sampai ketemu pertigaan (T-junction) bypass Ngurah Rai, lalu belok kanan dan terus menyusuri bypass Ngurah Rai ke arah selatan, yang kemudian akan berbelok ke arah timur di sekitar Jimbaran. Jalan bypass tersebut akan berakhir di sebuah perempatan di sebuah desa bernama Bualu. Setelah perempatan itu, kita akan memasuki kompleks perhotelan mewah Nusa Dua, dengan sistem keamanan yang ketat. Mobil akan diperiksa dua kali, pertama kali pas memasuki kompleks Nusa Dua, dan kedua kalinya pas memasuki kompleks hotel.

Kita menginap di Melia Bali Hotel, sebuah hotel yang tidak terlalu jauh dari tempat konferensi. Ada shuttle bus tersedia dari hotel ke tempat konferensi untuk peserta konferensi, walaupun saya kadang lebih memilih berjalan kaki ke tempat konferensi. Tempat konferensi BICC itu terletak di Westin Resort, yang hanya berjarak dua hotel dari Melia, menyusuri pantai Nusa Dua yang indah.

Fasilitas hotel Melia Bali ini cukup baik, dengan kolam renang yang besar, pantai yang dangkal dan tidak berombak sehingga kita bisa berjalan sampai jauh ke tengah laut, dan staf hotel yang ramah-ramah. Makanan yang disediakan untuk breakfast juga enak-enak, walaupun kita-kita yang Muslim harus pintar-pintar memilih makanan mengingat banyak makanan yang mengandung babi. Untungnya, mereka menandai makanan-makanan yang halal atau vegetarian, seperti nasi goreng dan mi goreng-nya, sehingga memudahkan kita untuk memilih makanan.

Foto-foto selama perjalanan dari Singapura menuju Bali bisa dilihat disini, sedangkan foto-foto di Melia Bali Hotel bisa dilihat disini.

(Bersambung ke Bagian 2)